Pilkada DKI Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG

Indonesia  adalah  negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan  warga  negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah  negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang  menjalankan kedaulatan rakyat adalah pemerintahan eksekutif yang dipilih secara  langsung oleh rakyat dan wakil-wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat atau  parlemen. Perwakilan rakyat tersebut yang bertindak untuk dan atas nama rakyat, yang secara politik menentukan corak dan cara bekerjanya pemerintahan, serta tujuan yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Agar para wakil rakyat tersebut dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil-wakil rakyat harus ditentukan sendiri oleh rakyat.

Pemilihan umum adalah sebuah alat untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara agar mereka memahami hak dan kewajibannya. Dengan adanya  pemilihan umum maka masyarakat dapat mewujudkan aspirasinya yang disalurkan melalui partai politik. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah untuk memungkinkan peralihan pemerintahan secara tertib dan aman, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dan dalam rangka melaksanakan hak azasi warga negara.

Dalam pemilihan umum diperlukan partisipasi politik. Dimana pengertian partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pemimpin negara dan kebijakan pemerintah. Menurut Mc Closky dalam dalam International Encyclopedia of The Social Science  partisipasi  politik  adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga negara untuk mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung  atau tidak langsung dalam proses pembuatan kebijakan umum. Akan tetapi dalam konteks pemilihan umum, terdapat sejumlah  persoalan mengenai data pemilih yang tidak tepat dan ganda. Padahal, data pemilih menjadi hal terpenting dalam Pemilukada dikarenakan acara 5 tahun tersebut menjadi ajang pesta rakyat yang dari, diolah dan diperuntukkan oleh rakyat.

Fenomena  adalah  suatu  kejadian  atau  peristiwa  yang  tidak  biasa  akan  tetapi  nyata ada dan terjadi. Fenomenologi berusaha untuk menyingkapkan fungsi-fungsi laten  yang  tersembunyi  dalam  setiap  tindakan    sosial  atau  fakta  sosial  ( Bachtiar,  2006:152  ). Di Indonesia, data pemilih atau daftar pemilih tetap ( DPT ) menjadi masalah yang selalu berlarut-larut pada saat Pemilu maupun Pemilukada.  Menurut sumber berita yang dikutip dari (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/332144-kisruh-daftar-pemilih-ancam-pilkada-dki), menyebutkan bahwa daftar pemilih tetap masih menjadi kendala Pemilukada di tanah air ini terutama DKI Jakarta. Banyaknya data pemilih ganda, atau belum terdaftarnya pemilih sebagai pemilih tetap menjadikan batu sandungan untuk menciptakan azas Pemilu yang LUBerJurDil. Denga begitu, dibutuhkan kelugasan, ketepatan, kecermatan dan koordinasi antar instansi terkait yang dalam hal ini KPU dan Kementrian Dalam Negeri menjadikan Pemilukada khususnya DKI Jakarta yang tidak terdapat kisruh tentang data pemilih atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) agar menghasilkan Pemilukada yang LUBerJurDil.

1.2  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  • Apa itu Daftar Pemilih Tetap ?
  • Apa yang menjadikan dasar kisruh Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilukada DKI Jakarta ?
  • Apa solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah kisruh Daftar Pemilih Tetap ?

 

1.3  TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan perumusan masalah diatas yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan solusi atas kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT).

1.4  MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan ini yaitu :

  • Sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2 mengenai Pemilukada DKI Jakarta.
  • Hasil penulisan ini dapat berguna bagi yang membacanya dan menjadi sumbangan saran kepada pemerintah dalam hal mengurangi daftar pemilih tetap dalam setiap Pemilu.
  • Hasil penulisan ini  dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademis dalam bidang pendidikan dan juga kepada instansi pemerintah dalam melihat perkembangan sistem demokrasi di Indonesia khususnya DKI Jakarta.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1  Pengertian Pemilukada

 

Setiap Daerah di Indonesia mempunyai Pemimpin diantaranya adalah Gubernur, Bupati dan wali kota. Nah untuk memilih pemimpin tersebut maka pemerintah pusat melaksanakan pemilihan langsung yang dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah. Pemilihan ini biasa disebut sebagai PILKADA.

Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut PILKADA atau Pemilukada dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang antara lain Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten, serta Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Sedangkan Khusus untuk daerah Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Pengertian Lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Azas pemilu.

Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :

 

1 .    Jujur           : Penyelenggara atau pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2 .    Adil            : Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

3 .    Langsung   : Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

4 .    Umum        : Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.

5 .    Bebas         : Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

6 .    Rahasia       : Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya  tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.

2.2  Dasar Hukum Pemilukada

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut :

  1. Landasan Ideal, yaitu Pancasila terutama sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
  2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam :
  • Pembukaan alinea keempat.
  • Batang tubuh pasal 1 ayat 2.
  • Penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara.
  1. Landasan Operasional, yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-Undang berikut adalah Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA yang antara lain adalah :

  1. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah
  2. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah
  3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
  4. PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005

2.3  Pengertian Daftar Pemilih Tetap

Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah data kependudukan milik pemerintah dan pemerintah daerah yang telah dimutakhirkan oleh KPU untuk keperluan pemilu. DPT ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Data kependudukan sendiri terdiri dari data penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4). Jadi, dalam menetapkan DPT KPUD menggunakan data kependudukan yang diberikan pemerintah dan pemerintah daerah melalui Dinas Kependudukan melalui Direktorat Kepndudukan dan Pencatatan Sipil Kementraian Dalam Negeri. Mereka akan memilih masyarakat sesuai kriteria untuk menjadi daftar pemilih tetap yang akan memilih calon pemimpin mereka masing-masing.

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah suatu bagian penting yang terdapat dalam Pemilu maupun Pemilukada. DPT adalah sebagai pemberi yang akan menentukan nasib dari calon pemimpin daerah yang menjadi daerah pemilihannya secara khusus DKI Jakarta. Maka dari itu, DPT ditetapkan KPU dan KPUD sebagai alat penting dan indikator unutk menentukan suksesnya pemilu tersebut. Namun masalah DPT menjadi hantu KPU dan KPUD menuju Pemilu dan Pemilukada yang berdasarkan Luberjurdil. Permasalahan DPT banyak terjadi dalam setiap Pemilu maupun Pemilukada yang menyebabkan kurangnya antusias DPT, maslaah DPT ganda, maslaah hasil yang tidak sesuai dengan DPT yang dimiliki tim sukses masing-masing calon dan lain sebagainya. Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) selalu menjadi salah satu permasalahan klasik yang menjadi maslaah yang berlarut-larut. Berikut adalah masalah yang Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Keakuratan DPT

Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilukada merupakan salah satu tahapan yang paling krusial dalam menjamin terlaksananya pemilu yang berkualitas, demokratis, serta jujur dan adil.

Akurasi data pemilih merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dalam melaksanakan demokrasi elektoral. Akurasi daftar pemilih akan menentukan legitimasi dari Pemilukada DKI Jakarta. Disana terdapat hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang untuk ikut memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate).

Kisruh tentang DPT bukan merupakan hal baru dalam pemilu di Indonesia. Sejak pemilu tahun 1999 sampai 2014, DPT memang selalu menjadi catatan tersendiri. Sebagai contoh, Tahun 2004 menurut survei Jaringan Universitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat tercatat sebanyak 9% pemilih tidak terdaftar. Sedangkan tahun 2009 merupakan pemilu dengan DPT paling amburadul, jutaan warga tidak dapat memilih karena tidak terdaftar dalam DPT.

Contoh lain pemilu tahun 2014 yang lalu, KPU menyebutkan bahwa rekapitulasi DPT 33 Provinsi menghasilkan 545.362 TPS, serta dari 80.801 desa / kelurahan, 496 kabupaten / kota, total pemilih dalam DPT berjumlah 186,8 juta orang. Sedangkan daftar pemilih versi DP4 Kemendagri berjumlah 190 juta orang. Terdapat selisih sekitar 4 juta daftar pemilih antara data KPU dan Kemendagri.

Data DPT yang disajikan oleh KPU dan KPUD ternyata masih belum valid, karena berdasarkan Meskipun KPU dan KPUD menyatakan data yang valid adalah data yang terdapat dalam Sidalih, akan tetapi secara legal formal, yang harus dijadikan dasar penetapan DPT nasional adalah data yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Disamping data yang belum sinkron, Bawaslu juga masih menemukan sekitar 11.000 data pemilih yang bermasalah, diantaranya karena NIK ganda, NIK kosong, status perkawinan tidak terisi bahkan hingga pemilih fiktif.

Persoalan krusial dari tahapan pemilu–berkaca dari pemilihan sebelumnya–selalu berkutat pada masalah daftar pemilih. Seharusnya semua pihak, baik KPU dan KPUD, pemerintah, maupun DPR, atau partai-partai peserta pemilu, memberi perhatian serius kepada akurasi daftar pemilu. Akurasi daftar pemilih harus betul-betul terjamin.

B.DPT dan Partisipasi Politik

KPU dan KPUD telah bergerak selangkah menuju Pemilukada pada tahun 2017 khusus DKI Jakarta.Setiap tahun daftar pemilih tetap semakin bertambah dikarenakan semakin banyaknya para pemilih pemula yang terdaftar sebagai DPT baru. Namun, sayangnya tren kenaikan jumlah pemilih tidak sebanding dengan partisipasi politik pemilih. Partisipasi politik justru menurun bahkan anjlok. Penurunan tersebut menurut datamengalami penurunan partisipasi politik hingga rata-rata 20%-40%.

Hal ini dikarenakan bahwa para pemilih pemula ataupun pemilih lama merasa bahwa suara mereka untuk Pemilukada tidak besar memengaruhi hasil Pemilukada itu sendiri. Pada situasi psikologis-politis seperti ini yang akan dilangsungkan serentak pada tahun 2017 untuk Pemilukada DKI Jakarta, kita mendorong KPU membersihkan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Bermasalah dalam arti DPT tidak terdapat nomor induk kependudukan (NIK) yang tidak standar. Padahal kehadiran KTP elektronik dengan satu nomor identitas seharusnya bisa mencegah manipulasi data diri.

Semangat rakyat Indonesia khususnya DKI Jakarat untuk berpartisipasi dalam dunia politik harus digairahkan pada Pemilukada serentak nanti. Di Indonesia, memilih adalah hak bukan kewajiban. KPU dan partai politik harus ikut mendorong pemilih apatis menjadi pemilih partisipatif dengan menghadirkan caleg dan pemimpin yang memberikan harapan baru, bukan sekedar janji-janji manis belaka.

C.Potensi Golput

Permasalahan DPT akan berdampak pada meningkatnya masyarakat Golongan Putih (Golput). Sikap masyarakat yang seperti itu wajar saja terjadi mengingat semrawutnya DPT yang tak kunjung terselesaikan. Sikap apatis masyarakat itulah yang pada akhirnya membuat pemilu terancam gagal.  Sebab, ketika apatisme masyarakat semakin tinggi dan luas terhadap pelaksanaan pemilu mengingat DPT-nya yang bermasalah, dengan sendirinya angka golput akan tinggi pula. Apa yang diharapkan dari pemilu yang DPT-nya belum jelas.

Jika kondisi itu tidak disikapi secara serius dan diimbangi dengan pembenahan, bukan tidak mungkin potensi golput pada pemilukada nanti akan meningkat drastis. Meski masyarakat apatis terhadap perilaku politisi sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dan parpol, golput bukan solusi. Pada akhirnya hal itu akan membuat politisi-politisi jadi teralienasi dan hanya asyik dengan diri sendiri. “Jika itu yang terjadi, negara dan bangsa amat dirugikan”. Jika penyelenggaraan pemilu dianggap baik, masyarakat akan menyalurkan haknya dengan baik pula.

Ada berbagai faktor yang berdampak munculnya DPT bermasalah. Karenanya, masalah ini memang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada KPU dan KPUD. Pengawasan terhadap pemilukada merupakan kewajiban dan kewenangan seluruh pemangku kepentingan, termasuk parpol dan pasanagan calon. Kisruh soal jumlah DPT ini sekaligus menjadi sinyalemen bahwa parpol ikut terlibat untuk menjamin hak politik masyarakat.

Solusi untuk Permasalahan DPT

Masalah DPT ini menjadi maslah yang selalu berlarut-larut setiap penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada. Hal ini seperti berlarut-larut tanpa adanya solusi yang kongkret. Maka dari itu, dibutuhkan pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri untuk menghasilkan data kependudukan yang baik, benar dan akurat berupa data e-KTP yang sedang dibuat. Hal ini dibutuhkan untuk membantu KPU dan KPUD dalam hal ini dalam menentukan DPT yang akurat dan yang terpenting benar tanpa ada permasalahan seperti data ganda dan lain-lain. Dengan begitu, tidak ada lagi masalah DPT yang menjadi penyakit Pemilukada khususnya DKI Jakarta agar tidak ada lagi sengketa hasil Pemilukada dan dapat diselesaikan tepat waktu.

Untuk masalah DPT mengenai angka golput yang tinggi pada setiap Pemilukada, diperlukan solusi tepat sasaran untuk mengurangi angka golput. Solusi tepat sasaran untuk mengurangi angka DPT yang golput yaitu adalah sosialisasi tentang Pemilukada yang sangat gencar melalui media apa saja seperti media sosial, cetak dan digital. KPU dan KPUD harus membuat sosialisasi yang menarik terutama DPT pemula atau pemilih pemula yang baru pertama kali mendapatkan hak pilih untuk menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilukada di daerah mereka terutama Pemilukada DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan pemilih pemula adalah suara terbanyak dan penentu untuk menjadikan Pemilukada sukses.

Dengan kedua solusi diatas, semoga Pemilu dan Pemilukada yang menjadi sarana demokrasi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin dan wakil mereka menjadi sukses dan tanpa ada permasaslahan sehingga para pempih (DPT) mendapatkan hasil pilihan mereka yang terbaik tanpa ada kisruh dalam pelaksanaan dan hasil akhirnya.

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1  Kesimpulan

Pemilu atau Pemilukada adalah acara dan pesta demokrasi 5 tahun sekali yang diselenggarakan oleh KPU dan KPUD pada setiap daerah maupun pusat untuk mencari wakil maupun pemimpin di setiap daerah maupun pusat. Karena acara ini diselenggarakan 5 tahun sekali, maka dibutuhkan kinerja antar lini, alat, kesiapan yang matag, dan lin-lain utnuk mensukseskan penyelenggaraan acara demokrasi ini. Namun, setiap penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada, banyak kendala yang menjadikan acara ini tidak berhasil seratus persen. Mulai dari kampanye, kisruh antar kubu calon, dan yang terbanyak adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT).

DPT adalah suatu aspek vital pada Pemilu dan Pemilukada. DPT adalah sekumpulan orang atau masyarakat yang mempunyai hak memilih pada penyelenggaraan Pemilu atau Pemilukada. Namun, kisruh DPT seakan terlalu berlarut-larut. Dari DPT ganda, angka partisipasi politik, dan angka golput menjadi permaslaahan DPT. Padahal DPT menjadi aspek penentu hasil Pemilu atau Pemilukada tersebut. Maka dari itu persoalan ini seperti dibuat berlarut-larut tanpa ada solusi. Dengan begitu dibutuhkan solusi untuk menyelesaikan persoalan ini.

Solusi tersebut yaitu saling terintegrasiny data DPT dengan data kependudukan yang dimiliki oleh pemerintah melalui Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri. Maka dari itu, dibutuhkan data kependudukan yang akurat tanpa adanya data penduduk ganda yang mengakibatkan DPT bermasalah yang sering bermunculan. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi dan ajakan yang sangat menarik untuk para DPT terutama kepada pemilih pemula untuk menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilu atau Pemilukada. Semoga pada akhirnya, permasalahan mengenai DPT menjadi terminimalisir bahkan hilang dan menciptakan Pemilu dan Pemilukada yang sukses dengan hasil yang baik untuk semua elemen yang merayakannya.

4.2  Saran

KPU dan semua elemen yang bertanggungjawab terhadap pemilu harus segera menyelesaikan permasalahan DPT. Jangan sampai ada rakyat yang tidak bisa memberikan suaranya hanya karena namanya tidak tercantum dalam DPT. Selain itu, KPU harus juga terus tingkatkan kinerja terutama dalam bidang DPT dengan semakin dekatnya Pemilukada serentak pada tahun 2017 mendatang.

Masyarakat juga jangan selalu menyalahkan KPU karena untuk mengurus DPT seluruh Indonesia bukanlah hal yang mudah. Selain itu, masyarakat harusnya lebih bijak untuk menggunakan hak pilihnya dengan tidak golput dan iikut membantu mensosialisasikan Pemilukada agar acara demokrasi 5 tahun itu berjalan sukses sesuiai azas Pemilu yang Luberjurdil.

 

Leave a comment